راَيت الله
"Ro-aytullooh"
(Melihat Allah)
Oleh: Mustafa Mahmud
Di Nuqil dari Kitab
Al Mawaqif wal Mukhotobat - Imam An Nafri
24.
SOPAN SANTUN BERMAJELIS
(1)
· Sesorang membeberkan hajat kebutuhan dan keluh kesah kepada Ku, telah jelas terlontar dari lisannya jalan pelarian
· Simpanlah hajat kebutuhanmu dalam hatimu dan jangan engkau beberkan, niscaya Aku menjadi tempat pelarianmu dan bukan lisanmu.
· Sesorang yang tenang tenteram, ialah siapa yang menjadikan Aku tempat pelariannya, bukan lisannya; lisan-lisan itu tidak mendapat perlindungan Ku, dan kata-kata pun tidak pula mendapat pertolongan Ku. Hendaklah engkau menutup lisanmu agar diam, dan engkau sajalah yang berdYiri di antara kedua tangan Ku
(2)
· Yang membeberkan hajat kebutuhan dan keluh kesah kepada Ku, telah jelas terlontar dari lisannya jalan pelarian
· Simpanlah hajat kebutuhanmu dalam hatimu dan jangan engkau beberkan, niscaya Aku menjadi tempat pelarianmu dan bukan lisanmu.
· Sesorang yang tenang tenteram, ialah siapa yang menjadikan Aku tempat pelariannya, bukan lisannya; lisan-lisan itu tidak mendapat perlindungan Ku, dan kata-kata pun tidak pula mendapat pertolongan Ku. Hendaklah engkau menutup lisanmu agar diam, dan engkau sajalah yang berdiri di antara kedua tangan Ku
(3)
· Bila engkau melihat Ku, jangan hendaknya engkau menjadi kawan duduk Ku; Penglihatan itu jangan diartikan izin untuk berkawan semajelis, melainkan bila penglihatan itu adalah “Penglihatan Yang Agung” yang dengannya engkau melihat Ku dalam segala sesuatu dan pada setiap waktu.
· Duka cita itu adalah sifat hamba Ku. Barang siapa yang menghambakan diri pada Ku, akan memperoleh kesedihan hingga sampai ke tahap “Milhat Ku” dan yang sudah melihat Ku akan bersedih pula sebelum sampai pada “Berkawan duduk semajelis” Dan barang siapa yang “Berkawan duduk semajelis” dengan Ku disusul pula oleh kesedihan “Luput daripada Ku”. Karena Aku yang akan meluputkan . Keluputan itu aalah sifat Ku, karenanya, duka cita dan kesedihan itu akan selalu menyertainya. Sesungguhnya yang menyertainya itu adalah jru bicara dari lisan-lisan di bawah pemeliharaan Ku. Adapun “Berita gembira” (Al Busyra) adalah juru bicara dari lisan-lisan keridhaan Ku; Jangan hendaknya engkau berhenti, baik dalam duka maupun suka, berdirilah hanya untuk Ku, sebagaimana layaknya para “Kawan duduk semajelis” dengan Ku, berdiri di anatara kedua tangan Ku. Baru tahap inilah Nur Cahaya Ku akan memancar, menyinar, menjulang naik ke lubuk hatimu.
(4)
· Di dalam kawan duduk semajelis, sudah tiadalagi zikir, dan tiada pula berzikir, dalam ia memandang tidak berbalik kembali pandangannya, paham..... tiada ucap pemahamannya.
(5)
· Sudah berkesudahan keteguhann ilmu-ilmu pada ketenangan makrifat, telah berkesudahan ketentuan makrifat pada budi pekerti penglihatan, telah berkesudahan budi pekerti penglihatan pada budi pekerti kawan duduk semajelis. Kesemuanya telah berlalu, kesemuanya sudah dikenal dan dialami, maka ia pun akan melihat Ku antara hati dan kemauan kerasnya, dan antara lidah dan tutur katanya.
Maka berserulah Ia kepda Ku “Seorang” kawan duduk semajelis” sudah tidak lagi memohon fatwa dan tidak pula memohon perkenan, tidak juga pertolongan apalagi minta-minta, ungkapan pun juga tidak..
Bila fatwa yang diminta, maka ia pun menurun kepada ilmu, bila yang diminta perkenan, balik lagi ia kepada makrifat, jika pertolongan yang diharapkan, turunlah ia ke hajat, dan jika ia masih minta-minta, jelas dia turun ke kefakiran, jika ungkapan yang diharapkan ia turun ke berpaling.
IA pun melanjutkan tutur kata Nya : Di sini, kawan duduk semajelis, baginya dari setiap sesuatu itu berupa ilmu, dan dari setiap ilmu itu adalah zikir, itulah sebenar-benar hamba Ku yang sudah sepenuhnya melingkupi segala himpunan. Selanjutnya : Pandanglah apa yang dilihat “Kawan duduk Ku” ia sudah melihat takdir-takdir, dan melihat bagaimana Aku menghalau takdir demi takdir, dan melihat bagaimana Aku mengulangi takdir-takdir itu dengan aneka cara yang Ku kehendaki; karena sesungguhnya Akulah yang memulai penciptaan kemudian mengulanginya (Al Mubdi-u wal Mu’ied). Keyakinannya itu terlihat merupakan Nur antara kedua tangan Ku... Nur, cahaya berpadu cahaya yang bermakrifat. Dan ia melihat Ku, sebagaimana Aku menjulangkan Nur demi Nur ... Cahaya demi cahaya...atas siapa yang Ku kehendaki.... tampak semua itu, terlihat semua ilmu dan semua kejahilan, sehingga tampaklah “Duka dan waham; Terlihat jelas bagaiana cara Ku menimpakan “Dua dan waham” dengan apa dan kepada siapa yang Ku kehendaki. Hati demi hati terlihat jinak dan tenang manakala duduk bersama Ku semajelis.
Disambung pula kata Ny : Seorang yang sudah Ku jadikan “Kawan duduk semajelis” tidak lagi ke derajat ilmu dan makrifat, kecuali dalam keadaan mendesak, kalaupun mendatangninya juga, maka datangnya dengan penuh cara yang sopan, begitu selesai apa yang diperlukan, ia pun surut ke tempat asalnya.
Mendatangi dengan cara yang demikian, niscaya derajat ilmu dan makrifatnya tetap diperoleh tanpa kehilangan derajatnya yang semula. Ia akan “Dimiliki” dan tidak akan dilepaskan dan tidak memperoleh kemenangan.
(6)
· Bila engkau duduk di antara kedua tangan Ku, dan masih ada padamu ilmu dan makrifat yang saling berkaitan pada dirimu, niscaya Aku akan mengeluarkan engkau dari majelis Ku untuk kembali masuk ke dalam ilmu dan makrifat, dan Ku serahkan padamu menentukan pilihan untuk mengambil keputusan dan hukum antaranya dan antaramu.
Bila putusanmu duduk dalam ilmu, maka ilmu itu tidak mendatangimu dengan kepuasan, lalu engkau pindah kepada makrifat, maka makrifat itu tidak mendatangimu dengan kepuasan; Kedudukan saja engkau di antara kedua tangan Ku. Dalam Majelis Ku tidak akan dimasuki oleh langganan-langganan. Kawan duduk Ku tidak akan menoleh ke belakang dan tiada lisan yang akan mengajak bicara.
(7)
· Kawan duduk Ku itu sudah melihat pada Ku, bagaimana Aku memegang segala sesuatu dan bagaimana sesuatu-sesuatu itu tidak dapat saling berpegang tanpa Aku, sedangkan ia sudah melihat bahwa segala sesuatu adalah buatan Ku, tidak dapat berdiri tegak melainkan dengan Ku. Tiada juga dikecualikan “duka cita dan waham”, tiada pula benih-benih buah buahan yang berserakan di jalan-jalan, tidak juga batu merah tembok bangunan, semua, semua... Maka segala sesuatu itu dalam genggaman Ku. Jika telah fana kawan duduk Ku, baru Ku ungkapkan tirai hijab, dan lumatlah langit-langit dan bumi-bumi demi kerinduan kepada mereka agar mereka menjadi kawan duduk dan dekat bersanding dalam majelis Ku yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar