Jumat, 20 Maret 2020

'SURAT-SURAT SANG SUFI' SURAT KE LIMA BELAS


 Terjemah Kitab

" SURAT-SURAT SANG SUFI "
Muhammad Ibn ‘Abad

SURAT KE LIMA BELAS

Kepada Yahya Al-Saraj.  Nasihat yang dibutuhkan oleh setiap pencari yang menginginkan tambahan dari Zat Maha Terpuji dan Mahakaya.

93.
Segala puji bagi Allah semata.
Seseorang yang ingin menempuh jalan kebenaran dan selamat dari Musuhnya, terbebas dari bisikan-bisikan jiwa rendah yang sempit, dan ingin melapangkan inti wujudnya, mestilah lurus perilaku lahiriah dan batiniahnya kepada Allah dalam segala keadaan. Singkat kata, yang dibutuhkan guna memperoleh tambahan dari Allah adalah rasa syukur. 

Pondasi rasa Syukur ada dua : Pertama, mengakui keagungan dan transendensi Tuhannya, dan mengetahui sifat-sifat agung dan Nama-nama-Nya yang mulia; dan Kedua, menyadari kekecilan, kerendahan, kekurangan, serta kelemahannya sendiri. Seseorang yang telah menyadari sepenuhnya kedua dasar ini, akan memikirkan dirinya sendiri, kata-kata serta berbagai tindakan yagn berkat Allah Swt terjadi dalam dirinya, dan juga memikirkan tahap-tahap yang melaluinya Allah telah membawa dirinya. Dari sana dia bergerak maju – berkat kemurahan, rahmat, kemahakuasaan, serta kebaikan berlimpah dari Allah kepadanya – menuju ke tahap yang tak terpahami oleh intelegensi dan pemahaman. Dan dari sana pula, cinta dan kekaguman menggerakkan orang tersebut  untuk bersyukur kepada Allah Swt, lantaran dia sepenuhnya menjadi peka pada nikmat Allah dan pada cara bertindak yang mesti ditempuhnya di hadapan Allah.

Misalnya saja, manakala seseorang melihat dirinya sebagai hamba yang patuh, dia bergembira dengan apa yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, kendatipun dia tidak memiliki kedudukan penting dan layak menerimanya. Sungguh tak banyak orang yang menerima karunia dan anugerah seperti itu! Kemudian, orang mestilah berkelakuan baik kepada Allah dengan menyempurnakan kepatuhannya serta menghilangkan berbagai kekurangannya, dengan niat suci demi Tuhannya, Allah Swt. 

Orang yang memandang dirinya dan berperilaku demikian, dan dengan begitu menghabiskan waktunya dengan keaptuhan dan segala macam ibadah.
Situasi serupa akan berlaku jika seseorang melihat dirinya memiliki kesehatan jasmani atau kekayaan amteri, betapapun kecil jumlahnya. Hendaknya dia bergembira dengan itu, dan bersyukur kepada Tuhannya atas hal itu, seraya mengetahui bahwa dia sebenarnya tidak layak menerimanya. Dalam hal ini, perilaku yang tepat adalah memanfaatkan dua berkah itu untuk mematuhi Tuhannya, Allah Swt, bukannya untuk menetang-Nya, betapa banyak orang menderita sakit atau kemiskinan, yang menginginkan anugerah-anugerah semisal itu, tapi tak pernah mendapatkannya!

94.

Begitu pula, manakala seseorang ditimpa kemiskinan atau sakit atau juga sebagian coba dunia ini, hendaknya diabergembira; sebab ia tengah dibimbing oleh sarana itu di sepanjang jalan para wali dan orang-orang adil. Dia mestilah menemukan kegembiraan dalam anugerah Tuhannya, Allah Swt, lantaran dia belumlah beroleh ujian yang lebih berat, sebagaimana yang diterima banyak orang lainnya. Baginya, perilaku yang tepat berupa kesabaran dan kepasrahan, tidak menggerutu dan mengeluh, berdoa kepada Allah Swt. atas berlimpahnya nafkah kehidupan dan tiadanya lagi berbagai bahaya, serta memohon kesejahteraan dalam urusan keagamaan dan dunia serta dalam kehidupan akhirat kelak. 
Jika orang seperti ini mampu mengambil manfaat dari kekayaan materi dan pengobatan medis bagi sakitnya, dia mestilah melakukan yang demikian itu; sebab, yang demikian itu juga merupakan perilaku yang tepat. Dan dia mesti bersyukur, bahwa Allah Swt. memberikan kesempatan itu kepadanya.

Demikian juga, jika seseorang berdosa, lalai, atau bertindak tidak pantas, dia harus dapat memperhatikan berkah dan rahmat Allah yang tersembunyi dalam kondisi itu. Sebab, yang demikian itu akan mendorong seseorang untuk memperoleh ketakwaan kepada Allah, bertindak melawan perasaan memetingkan dirinya, serta berlindung kepada Tuhannya. Seperti dikatakan hadis qudsi, “Jika engkau tidak pernah berdosa, aku takut kalau-kalau engkau bakal terjerumus ke dalam keadaan yang lebih buruk ketimbang itu; kesombongan.” Betapa banyak orang melakukan dosa besar dan memandangnya   sebagai sumber kesenangan! Dalam hal ini, perilaku yang pantas berupa tekad kuat untuk bertobat, dan ketakwaan terus-menerus kepada Allah, disertai penyesalan yang dalam, doa, dan air mata.

Hal serupa juga berlaku pada kasus seseorang yang berpegang pada hukum seorang ulama yang otoritasnya diterima secara luas, atau yang menjumpai seseorang yang darinya dia bisa menerima pengajaran, yakni, seorang yang benar-benar saleh yang telah menerima pengajaran dari para pembimbing spiritualnya sendiri, dan mereka pun beroleh dari para pembimbing spiritual mereka juga, dan sebagainya, hingga kembali ke otoritas pertama. Orang seperti ini mestilah bergembira, dan bersyukur kepada Allah. 

Betapa banyak orang secara membuta mengikuti kaum ahli bid’ah, atau menjadikan diri mereka ahli bid’ah, dan dengan demikian mencampakkan diri mereka sendiri ke dalam kebinasaan dan kehancuran! Perilaku yang tepat di sini berupa menghormati guru dan mengikuti setiap perintahnya. Jika seseorang harus menemukan, dalam pandangan hukum seorang pemimpin lain yang otoritasnya diterima secara luas, aturan yang membolehkan tindakan bijaksana tertentu yang dapat dilakukannya, atau aturan yang membolehkan memenuhi sebagian kebutuhan, dan jika tindakan itu jelas-jelas tidak dilarang oleh madzab pemimpinnya sendiri, maka orang itu boleh mengikuti aturan lain tanpa mengurangi kelayakan perilakunya.

Begitu pula, manakala seseorang berjumpa dengan seorang pembimbing spiritual sufi yang menempuh jalan Teladan Nabi, hendaknya ia bergembira dan bersyukur kepada Allah atas hal itu. Betapa banyak orang jatuh binasa dalam cengkeraman kaum ahli bid’ah sesat, sehingga mengalami kebinasaan! Dalam hal ini, perilaku yang tepat adalah mematuhi sang pembimbing spiritual dan perintah-perintahnya, menolak sikap menetang, tidak menyembunyikan tahasia batiniah apa pun dari sang pembimbing, serta tidak mengganti satu pembimbing spiritual dengan yang lainnya.

Manakal seseorang mempunyai teman atau saudara – atau istri atau suami – yang dalam persahabatannya kehidupan keagamaannya selamat, dan yang dengannya dia mengalami kenimatan dunia ini, dia mestilah senang dan bersyukur kepada Allah atas hal itu. Betapa banyak orang dibebani oleh persahabatan yang merusak urusan-urusan keagamaan maupun keduniaannya, dan yang darinya mereka tak mampu melepaskan diri! Dalam hal ini, perilaku yang teapt berupa setia pada sahabat serta melaksanakan kewajiban-kewajiban persaudaraan.

Demikian pula, jika seseorang memiliki sumber nafkah kehidupan yang memberinya penghasilan cukup, hendaknya dia bergembira dan bersyukur kepada Allah atas hal itu. Betapa banyak orang tak sanggup menafkahi dirinya sendiri dan harus meminta-minta dari orang lain, serta tidak puas dan lama menderita! Dalam hal ini, perilaku yang tepat adalah bersikap jujur pada sesama Muslim, menghindari penipuan dan segala sesuatu yang dilarang oleh hukum, dan sumber nafkah seseorang mungkin mengarahkan perhatiannya ke hukum itu. Manakala seseorang melakukan amal ibadah, seperti mengajar Al-Qur’an dan sebagainya, dia mestilah memikirkan serta memperhatikan ganjaran utamanya, dan bersikap selemah-lembut mungkin dalam dalam kegiatan mengajarnya, tidak pernah memperlakukan murid dengan kasar atau tidak adil! Dia senantiasa harus memusatkan perhatian kepada Tuhannya.

95

Akhirnya, bila seseorang mendengar atau membaca nasehat seperti itu, dia mestilah bersyukur kepada Tuhannya dan merasa gembira dengannya. Betapa banyak orang menjadi budak kelalaian, mereka mencari nasehat tapi tak bisa menemukan orang yang memberi nasehat! Perilaku yang tepat dalam konteks ini adalah memperhatikan nasehat, serta menyampaikannya kepada orang-orang yang layak dan pantas menerimanya.

Fondasi semuanya ini adalah sikap tulus ikhlas seseorang yang membutuhkan Allah dan yang memohon agar Allah memberinya sikap demikian secara sempurna dan membantu dirinya untuk mencapai hal itu. Barangsiapa menerima anugerah dan nikmat ini, dia mesti bergembira dan bersyukur kepada Allah Swt. atas hal itu. Betapa banyak orang tenggelam dalam cinta diri serta kelewat mengandalkan intelegensi dan kepandaiannya sendiri! Di sini, perilaku yang tepat adalah mencurigai jiwa rendah, agar mengetahui kehampaannya, seperti telah aku anjurkan.

Segala sesuatu yang telah aku katakan, dari awal hingga akhir, tersirat dalam sebuah haids sahih dari Nabi saw. : “Perhatikan orang-orang yang lebih rendah darimu, dan jangan memperhatikan orang-orang yang lebih tinggi darimu; dengan begitu engkau tidak memandang kecil karunia dan anugerah Allah kepadamu.” Dan, semoga Allah memberi kejayaan kepada kita. Tidak ada yang berhak disembah dan diibadahi kecuali Dia semata.().


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

  AJARAN     KAUM SUFI Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf Karya : Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI...

Postingan Populer