Senin, 07 September 2020

(Terjemah Kitab Al-Ta-aruf) 61. AJARAN KAUM SUFI MENGENAI PENGESAAN (TAUHID)

Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

{AJARAN  KAUM SUFI}
Karya:
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi



61.
AJARAN KAUM SUFI MENGENAI PENGESAAN (TAUHID)



Pengesaan itu memiliki tujuh unsur : pemisahan yang kekal dari yang sementara, Menempatkan Yang Kekal di atas persepsi makhluk, tidak lagi menyekutukan gelar-gelar-Nya, menghlangkan prinsip sebab akibat dari gelar ketuhanan, mengangkat Tuhan di atas kekuasaan (makhluk) yang sementara untuk mempengaruhi atau mengubah Dia, dan memuliakan Dia atas segala pembedaan dan penghitungan (mental) serta menyatakan bahwa Dia lepas dari prinisp kias.

Muhammad ibn Musa al-Wasithi berkata : “Pengesaan itu adalah bahwa segala kemampuan lidah untuk berkata, atau segala kata untuk mengungkapkan, suatu pemuliaan atau pelepasan atau pemisahan itu, ada penyebabnya; padahal, hakikatnya jauh dari itu semua.” Maksudnya, semua ini termasuk dalam sifat-sifat atau gelar-gelar pribadi, yang seperti manusia juga, ada pembuatnya dan penyebabnya; sedangkan hakikat Tuhan itu adalah penyifatan oleh Dia Sendiri. 

Salah seorang tokoh besar Sufi berkata : “Pengesaan itu merupkana pemencilan dirimu sebagai seorang individu tunggal, dan itu berarti Tuhan membautmu tidak menyaksikan dirimu sendiri.” Faris berkata : “Pengesaan itu tidak benar sepanjang masih ada dalam dirimu kaitan pelepasan. Jika pengesaan itu ada dalam pembicaraan, Tuhan tidak melihat hati orang yang esa itu menyatu dengan-Nya, dan jika pengesaan itu ada dalam keadaan (hal), maka orang yang percaya kepada yang esa itu mangkir dari segala pembicaraan; tapi penglihatan akan Tuhan itu merupakan suatu keadaan yang menyebabkan para Sufi melihat segala sesuatu yang menjadi milik Tuhan. Bagaimana pun juga, tidak ada cara lain untuk mencapai pengesaan Tuhan, kecuali dengan pembicaraan atau keadaan.

Salah seorang tokoh Sufi berkata : “Pengesaan berarti pemisahan dari diri sendiri sepenuhnya, tapi dengan satu syarat, yaitu melaksanakan sepenuhnya segala sesuatu yang dibebankan atas dirimu dan bahwa tak ada sesuatu pun yang akan kembali kepadamu untuk memisahkanmu dari Tuhan.” Maksudnya, seseorang harus berusaha keras untuk melaksanakan tugasnya terhadap Tuhan, sesudah itu membebaskan dirinya dari adanya kenyataan bahwa dia telah melaksanakan tugasnya; pengesaannya melepaskannya dari sifat-sifatnya sendiri, dan karena itu tidak ada sesuatu pun yang akan kembali kepadanya, sebab sifat-sifatnya itu akan memishakannya dari Tuhan.

Al-Syibli berkata : “Para Sufi itu tidak mencapai pengesaan yang sesungguhnya, sampai dia merasa dilepaskan dari kesadarannya sendiri. Sebab Tuhan mengejawantah dalam dirinya.”

 Yang lain berkata : “Orang yang mempercayai keesaan Tuhan adalah orang yang dipisahkan oleh Tuhan sepenuhnya dari kedua dunia itu, sebab Tuhan melindunginya, dan Dia telah berfirman : “Kami adalah teladan-teladan kamu dalam kehidupan di dunia ini dan nanti.”

 Oleh karena itu Kami tidak menegembalikan kamu kepada wujud (ma’na) yang laind dari Kami, di dunia kini maupun nanti. Inilah tanda orang yang percaya kepada keesaan Tuhan itu; dalam dirinya tidak pernah melintas suatu ingatan penghargaan kepada apa pun yang  tidak mengandung hakikat di hadapan Tuhan.

Segala kesaksian terpaling dari kesadarannya dan segala keinginan akan balas jasa terlepas dari hatinya.” Dia tak melihat satu kesaksian pun, tak mengharapkan satu balas jasa pun, tak mempelajari satu rahasia pun dan tak mengacuhkan satu kebaikan pun. Sedangkan dalam( melaksanakan) tugas-tugasnya dia terselubung dari (memperhitungkan bahwa dia telah melaksanakan) tugas-tugasnya; dan meskipun dia teikat pada hasrat, ia mampu lepas dari hasrat itu.

Dia tidak memiliki bagian dalam setiap bagian, sebab dia terkurung di dalam kecukupan dari segala bagian. Tuhan adalah bagian yang paling mencukupi; kalau dia merasa kurang  dekat dengan Tuhan, maka dia kekuarangan segala sesuatu; walaupun mungkin dia memiliki segala sesuatu, dan kalau ddia menemukan Tuhan, dia merasa memiliki segala sesuatu, walau pun mungkin dia tidak memiliki benda sebesar atom pun.” Yang dimaksudkan penulis itu adalah bahwa sementara dia melaksanakan tugas-tugasnya, dia tidak melihat bahwa dia sedang melaksanakan tugas-tugasnya; dia juga melepaskan dari segala hasratnya, sementara dia melihat jiwanya mematikan hasrat-hasrat itu.
 Bagian untuk dirinya dari Tuhanadalah kemaujudan Tuhan; dia terkurung di situ, dan tak memiliki kekuatan untuk maju atau mundur. 

Salah seorang tokoh Sufi menulis puisi ini :

Maka, Kebenaran diketahui dalam ekstase,
Sebab, Kebenaran itu akan ada di mana-mana;
Dan bahkan akal yang paling cerdas pun gagal
Memahami rahasia ini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

  AJARAN     KAUM SUFI Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf Karya : Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI...

Postingan Populer