Minggu, 15 Maret 2020

(Terjemah Kitab Al-Ta-aruf) 57. AJARAN KAUM SUFI MENGENAI PEMUSATAN DAN PEMISAHAN

Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

{AJARAN  KAUM SUFI}
Karya:
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi
57.
AJARAN KAUM SUFI MENGENAI PEMUSATAN DAN PEMISAHAN



Bagian pertama pemusatan itu adalah pemusatan niat, yaitu bahwa semua niat seseorang itu harus menjadi satu niat saja.
Begitulah dikatakan dalam hadits : “Jika seseorang membuat banyak niat menjadi satu niat saja, yaitu niat untuk keadaan mendatang, maka Tuhan akan memenuhi semua niatnya, tapi jika niat-niatnya tercerai berai, Tuhan tidak akan peduli di lembah mereka yang mana dia akan lenyap.”
 Ini merupakan hasil usaha dan disiplin. Tapi pemusatan itu, yang merupakan tujuan khusus para Sufi, dalam kenyataannya merupakan suatu keadaan kejiwaan; dalam keadaan ini niat tidak lagi cerai berai. Para sufi  itu tidak lagi harus berusaha sendiri untuk memusatkan niat-niat itu; melainkan, niat-niat itu telah terpusat dan menjadi satu niat saja di hadapan Dia yang memusatkan mereka, sehingga pemusatan itu terjadi semata-mata karena Tuhan, dan tidak ada yang lain.
Pemisahan, sebagai lawan dari pemusatan, adalah suatu keadaan yang di dalamnya, para Sufi dipisahkan dari niat-niat jasmaniah dan dari hasrat akan kesenangan dan hal-hal yang bisa mendatangkan kesenangan; Dia dipisahkan dari dirinya sendiri, dan gerakan-gerakan yang dibuatnya bukanlah untuk dirinya sendiri.
Bisa juga terjadi pada beberapa keadaan bahwa orang yang terpusat itu akan mengikuti hasratnya sendiri, dan tidak dicegah untuk berbuat begitu; tapi dia tidak akan mampu memusatkan hasrat-hasrat itu, dan hasrat-hasrat itu tidak membawa pengaruh atas dirinya; dan dia tidak berkebertan dengan ini, tapi justru menginginkannya, sebab dia tahu bahwa ini merupakan perbuatan Tuhan, dan dengan begitu Tuhan memilihnya dan mendekatkannya kepada diri-Nya.
Salah seorang tokoh Sufi ditanya, “Apakah pemusatkan itu? Dia menjawab : “ Yakni pemusatan isi hati yang paling daalam atas sesuat  yang sangat penting, dan ketundukannya. Di situ; sebab Dia tak mempunyi persamaan maupun kebalikan.”
Yang lain berrkata : “Dia memusatkan niat-niat itu pada diri-Nya Sendiri waktu Dia menyatukan mereka dengan meninggalkannya. Dan Dia memisahkan mereka dari-Nya Sendiri ketika mereka mencari-Nya lewat sesuatu yang menjadi bagian dari diri mereka sendiri; pencerai-beriaian itu terjadi dikarenakan oleh hasrat akan penyebab sekunder, dan pemusatan itu terjadi kalau mereka merenungkan Dia dalam setiap masalah.
 Pemisahan yang dibicarakannya itu adalah pemisahan yang datang sebelum adanya pemusatan; yang dimaksudkannya adalah bahwa pemisahan itu merupakan hasil pencarian untuk mendekati Tuhan lewat perbuatan-perbuatan, sedangkan ketika mereka tahu bahwa Tuhan sendiri yang mendekatkan mereka, maka mereka sampai pada pemusatan itu. Salah seorang tokoh Sufi menulis :
Dengan pemusatan mereka termuliakan
Dari kedirian, sebeagaimana sebelum lahirnya kala,
Dan pemisahan itu yang menjadikan mereka mulia,
Tapi hanya sementara, hanya sedikit,
Menyatu dengan diri mereka sendiri, tercabut dari kemanusiaan,
Dan kesaksian atas Kebenran yang mereka temukan;
Dalam pemusatan yang lepas dari kala, mereka berkisar
Di balik keliaran tak berjalur perubahan ini
Karena, seperti kala yang tak berbentuk dan kala tak bernyawa,
Mereka tak melihat bahwa mereka harus terpusat,
Lalu, karena tercerai berai, mereka mendapat
Kehidupan yang lebih berkecukupan, yang dulu mereka miliki di..
Surga, maka ketiadaan merupakan buah dari pemusatan,
Dan keadaan, pahala dari pemisahan.
Pada dua hal ini, ada atau tidak.
Jalur kenisbian bergantung
Kata-kata “Dengan pemusatan mereka termuliakan dari kedirin” berarti bahwa pengetahuan mereka bahwa mereka ada demi Tuhan,dalam engetahuan-Nya akan diri mereka, membuat mereka kehilangan diri mereka sendiri pada masa ketika mereka ada demi Dia; maka pemusatan itu mendatangkan keadaan tidak ada, sebagaimana halnya bahwa tidak ada sesuatu yang ada tanpa sepengetahuan Dia.
Pemisahan adalah syarat untuk terbawanya mereka dari tidak da kepada ada. Kata-kata “Menyatu dengan diri mereka sendiri” berarti bahwa mereka menganggap diri mereka sendiri, pada masa mereka ada, seperti pada masa mereka belum (ada), tidak memiliki kekuasaan untuk mencelakai atau mendatangkan keuntungan, sementara pengethuan Tuhan tidak berubah dalam diri mereka. Pemusatan mereka adalah bahwa Tuhan menghilangkan sifat-sifat yang tak jelas bentuknya (rasm) dari diri mereka, yaitu bahwa tindakan-tindakan dan sifat-sifat mereka , sebagaimana rasm itu, tidak memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi perubahan atau peralihan, tapi sesuai dengan pengetahuan Tuhan, menakdirkan dan menetapkan.
Syarat adanya mereka terhapuskan dalam pengetahuan Tuhan yang kekal, sebab mereka kala itu tidak ada, tidak memiliki bentuk ataupun kemaujudan.
Maka ketika Tuhan menjadikan meaka ada, Dia semata-mata menggerakan dalam diri mereka sesuatu yang sebelumnya telah dimaksudkan-Nya untuk mereka.
Pemusatan itu berarti bahwa mereka itu tak hadir (di dunia ini), dan menolak menganggap diri mereka sendiri sebagai yang mempu menentukan, sementara pemisahan berarti bahwa meraka menganggap keadaan-keadaan dan tindakan-tindakan mereeka sendiri (sebagai yang mampu menentukan). Ada dan tidak ada merupakan syarat-syarat yang berubah dalam diri mereka, bukan dalam diri Tuhan.
Abu Sa’id al-Kharraz berkata : Pemuasan itu berarti bahwa Tuhan membuat mereka menemukan diri-Nya dan diri mereka sendiri, atau Dia menghilangkan kemaujudan mereka dari diri mereka sendiri dalam masa mereka menjadi ada demi Dia.” Maksudnya sama dengan maksud hadits (Qudsi) ini : “Aku menjadi telinga, mata dan kaki tangan baginya, sehingga lewat Aku dia mendengar dan Lewat Aku dia melihat.” Karena, sebelumya mereka melaksanakan urusan-urusan mereka lewat diri mereka sendiri dan demi mereka sendiri , sedangka kini mereka melaksanakan urusan-urusan mereka lewat Tuhan dan demi Tuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

  AJARAN     KAUM SUFI Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf Karya : Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI...

Postingan Populer